MENUNGGU
Seperti memahami
kilat belati
duka:
ombak kehabisan
gemeretak
geligi.
Dermaga melepuh
dengan hati
terluka.
Hilang temali,
tubuh tergeletak
sunyi.
Seperti memahami
ruang penuh
rindu:
mata pantai
awas ke laut
lepas seperti
darah
yang merintik lentik. Nyanyikan
lagu
sendu
perahu tak
tabah, mengkhianati
arah.
Seperti memahami
hari jadi
perpisahan:
laut pasang,
tenggelamkan karang-
batuan.
Jejak bocah
menyisir pasir menjadi
kenangan
Kekal. Bakal
diri mengutuki girang
pertemuan.
Seperti memahami
detak-detak
waktu:
laut pasrah.
Angin barat dan
timur
mendesah.
Secepat kecamba,
derap-jejak
sepatu
bertambah. Usia,
kutelah berlumur
senja.
MATA
Akhirnya kumengerti,
mengapa
kaulekat menatap
mataku. Betapa
indah, katamu,
bak bintang jatuh:
muara segala
rinai yang kerap
luruh.
Kusembunyikan halte
dan bus
kota yang
meramaikan air mata.
Sampai kaumengajakku
menembus
danau, bersampan
berdua tanpa kata
Dengan hatimu,
kaumengusap
mataku, hingga
kulupa meratap
masa lalu. Seperti menemukan
dermaga
tempat melabuhkan
segala dahaga.
Nussadani, 2013
Di
Jendela Kaca
-Ibunda
pun teringat jari-jemarimu
melambai-lambai di luar jendela kaca
seperti memohon pada langit yang kukuh
senja jangan cepat berlabuh
sedang aku dan kursi
bus kota membeku
sekadar isak bergemuruh:
kita berpisah!
akh,
serasa kekal
jendela kaca menebal
melihat jemarimu menghilang
di belakang
lalu hanya
benderang lampu-lampu jalan
berlesatan
pada segala simpang
hilang lalu-lalang
akh,
serasa kekal
kusimpan dalam kalbu yang pecah
maharindu padamu
yang begitu lekas menjadi penuh
Sesado, 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar