Social Icons

Pages

Rabu, 15 Oktober 2014

PUISI AFRYANTO KEIN




MENUNGGU
Seperti  memahami  kilat  belati
duka:
ombak  kehabisan  gemeretak
geligi.
Dermaga  melepuh  dengan  hati
terluka.
Hilang  temali,  tubuh  tergeletak
sunyi.

Seperti  memahami  ruang  penuh
rindu:
mata  pantai  awas  ke  laut  lepas  seperti
darah
yang  merintik lentik.  Nyanyikan  lagu
sendu
perahu  tak  tabah,  mengkhianati
arah.

Seperti  memahami  hari  jadi
perpisahan:
laut  pasang,  tenggelamkan  karang-
batuan.
Jejak  bocah  menyisir  pasir  menjadi
kenangan
Kekal.  Bakal  diri  mengutuki  girang
pertemuan.

Seperti  memahami  detak-detak
waktu:
laut  pasrah.  Angin  barat  dan  timur
mendesah.
Secepat  kecamba,  derap-jejak
sepatu
bertambah.  Usia,  kutelah  berlumur
senja.



MATA

Akhirnya  kumengerti,  mengapa
kaulekat  menatap  mataku.  Betapa
indah,  katamu,  bak  bintang  jatuh:
muara  segala  rinai  yang  kerap  luruh.

Kusembunyikan  halte  dan  bus
kota  yang  meramaikan  air  mata.
Sampai  kaumengajakku  menembus
danau,  bersampan  berdua  tanpa  kata

Dengan  hatimu,  kaumengusap
mataku,  hingga  kulupa  meratap
masa  lalu.  Seperti  menemukan  dermaga
tempat  melabuhkan  segala  dahaga.

Nussadani,  2013


Di Jendela Kaca

-Ibunda

pun teringat jari-jemarimu
melambai-lambai di luar jendela kaca
seperti memohon pada langit yang kukuh
senja jangan cepat berlabuh

sedang aku dan kursi
bus kota membeku
sekadar isak bergemuruh:
kita berpisah!

akh,
serasa kekal
jendela kaca menebal
melihat jemarimu menghilang
di belakang

lalu hanya
benderang lampu-lampu jalan
berlesatan
pada segala simpang
hilang lalu-lalang

akh,
serasa kekal
kusimpan dalam kalbu yang pecah
maharindu padamu
yang begitu lekas menjadi penuh

Sesado, 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 

VISITOR

Flag Counter

Sample text

Sexy Red Lips

Sample Text